Di masyarakat kita mungkin sering dengar orang bilang, “Setiap orang ingin bahagia”. Akan tetapi bahagia itu maksudnya apa? Kalau kita bilang “ingin” mestinya harus cukup jelas “yang diinginkan” itu apa bukan? Ketika yang diinginkan terdefinisikan dengan jelas, maka kita punya sasaran buat mengarahkan langkah guna merealisasikan keinginan tersebut. Definisi ini akan menjadi pedoman arah bagi hidup kita.
Kalau “ingin” tetapi tidak bisa mendefinisikan apa “yang diinginkan”, maka pernyataan “setiap orang ingin bahagia” ini cuma bakal menjadi ujaran dangkal yang asal-asalan (platitude). Untuk itu kita sekarang akan coba bersama-sama mencermati definisi kebahagiaan menurut seorang profesor pemenang Hadiah Nobel di bidang psikologi perilaku ekonomi, Daniel Kahneman.
Profesor Daniel Kahneman dalam bukunya yang terkenal "Thinking, Fast and Slow," membedakan dua jenis kebahagiaan, yaitu "kebahagiaan saat ini" (experiencing self) dan "kebahagiaan ingatan" (remembering self). Kebahagiaan saat ini dialami oleh Diri yang mengalami, sedangkan kebahagiaan ingatan dialami oleh Diri yang mengingat, yang kadang juga disebut sebagai Diri yang mengevaluasi.
Profesor Daniel Kahneman dalam bukunya yang terkenal "Thinking, Fast and Slow," membedakan dua jenis kebahagiaan, yaitu "kebahagiaan saat ini" (experiencing self) dan "kebahagiaan ingatan" (remembering self).
Kebahagiaan Saat Ini, merujuk pada kebahagiaan yang dirasakan dan dialami pada saat tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Ini terkait dengan pengalaman langsung dan perasaan saat ini, tidak memperdulikan bagaimana pengalaman tersebut akan diingat atau dievaluasi di masa mendatang. Contoh, menikmati momen bersama teman-teman, hidangan lezat, atau aktivitas rekreasi.
Kebahagiaan Ingatan, merujuk pada cara seseorang mengevaluasi pengalaman hidup secara retrospektif. Terkait dengan kesan dan penilaian tentang kehidupan secara keseluruhan, dengan mempertimbangkan momen-momen kunci dan bagaimana mereka diingat. Contoh, menilai kebahagiaan hidup secara umum, menciptakan naratif perjalanan hidup, dan menilai pencapaian dan kebahagiaan secara retrospektif.
Penelitian Kahneman menunjukkan bahwa peningkatan penghasilan di atas USD 60.000 per tahun pada orang Amerika tidak menambah Kebahagiaan Saat Ini mereka. Grafik relasi pertambahan penghasilan dengan kebahagiaan pada batas penghasilan tersebut adalah datar, tanpa efek tambahan. Namun, penghasilan per tahun masih terus meningkatkan Kebahagiaan Ingatan atau Evaluasi. Karena apa? Oleh karena Diri yang mengevaluasi akan mengasosiasikan peningkatan penghasilan sebagai peningkatan kesuksesan. Dan peningkatan penghasilan, tentu saja tidak pernah akan ada batasnya.
Refleksi Pribadi
Berdasarkan pemahaman akan kebahagiaan menurut Kahneman, saya kemudian melakukan refleksi pribadi yang kurang lebih dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kebahagiaan Saat Ini:
Saat ada permasalahan keuangan, kesehatan, keluarga, atau lingkungan, sulit untuk bilang bahwa saya merasa bahagia. Ketika interaksi dengan keluarga, kolega, lingkungan tidak lancar, ini juga tidak bisa saya sebut sebagai masa yang bahagia. Jika suasana hati buruk tanpa alasan jelas, itu juga tidak akan saya sebut sebagai bahagia. Bahkan jika hanya teringat hal yang tidak menyenangkan atau memikirkan kemungkinan dicela, itu sudah cukup membuat saya tidak nyaman. Tampaknya jika segala sesuatu tidak sesuai harapan, lazimnya saya merasa tidak bahagia. Sebaliknya, jika semuanya sesuai keinginan saya, barulah saat itu saya merasa bahagia.
Kebahagiaan Ingatan:
Menoleh ke belakang, saya merasa telah mencapai banyak hal yang pernah saya impikan. Saya akan bilang bahwa hidup saya pribadi adalah bahagia. Ada hal-hal yang bisa saya usahakan, juga banyak hal yang di luar kendali saya. Meskipun tidak selalu mendapat segala yang diinginkan, saya merasa sudah berusaha semampunya. Jadi saya merasa puas dengan hidup saya. Dari skala 1 sampai 10, saya memberinya nilai kepuasan 10.
Keterbatasan Pendekatan Kebahagiaan Saat Ini
Sebetulnya kalau kita cermati, kita tentunya juga tahu bahwa yang namanya pengalaman saat ini yang enak ataupun tidak enak itu bergantung pada banyak faktor yang di luar kendali kita. Misal: Orang yang rajin dalam kesehariannya akan selalu berusaha berjuang mengalahkan kemalasan-kemalasannya yang mana berjuang itu, minimal di awalnya, tentunya adalah tidak enak. Sedangkan orang yang tidak rajin dalam kesehariannya akan selalu dirongrong dan dikalahkan oleh kemalasannya. Jadi kalau kebahagiaan didefinisikan sebagai pengalaman enak (atau tidak enak) saat ini, maka memang kemungkinan besar hidup ini jauh lebih banyak tidak bahagianya. Definisi “kebahagiaan saat ini” versi Daniel Kahneman ini menurut hemat saya terlalu superfisial.
Definisi “kebahagiaan saat ini” versi Daniel Kahneman ini tidak bisa diandalkan sebagai pedoman buat kita mengarahkan hidup. Kita tahu bahwa mengejar kenyamanan-kenyamanan sesaat justru nantinya akan membawa banyak kesusahan dalam hidup. Kita tahu bahwa hidup ini nyatanya lebih banyak tidaknyamannya daripada nyamannya. Padahal kita juga tahu bahwa tidak nyaman itu sebetulnya juga tidak berarti bahwa di tengah ketidaknyamanan itu kita tidak bahagia, begitu pula sebaliknya. Contohnya? Ibu yang mengandung dan melahirkan bayi yang diharap-harapkannya atau para penggemar lari marathon. Mengandung dan melahirkan bayi yang diharap-harapkan, atau menempuh lari marathon itu bukanlah hal yang bisa disebut sebagai “nyaman”, akan tetapi toh yang bersangkutan merasa bahagia di tengah-tengah ketidaknyamanannya itu.
Kita tahu bahwa hidup ini nyatanya lebih banyak tidaknyamannya daripada nyamannya. Padahal kita juga tahu bahwa tidak nyaman itu sebetulnya juga tidak berarti bahwa di tengah ketidaknyamanan itu kita tidak bahagia, begitu pula sebaliknya.
Daniel Kahneman sendiri belakangan dalam wawancara majalah Haaretz, bulan Oktober tahun 2018, mengaku kewalahan dalam membahas tentang kebahagiaan. Dahulunya ia beranggapan bahwa kebahagiaan mestinya adalah pengalaman saat ini bukan evaluasi pengalaman hidup secara retrospektif. Beliau beralasan bahwa pengalaman saat ini adalah real, sedangkan evaluasi itu bakal bias. Akan tetapi kemudian ia menjumpai bahwa orang itu ternyata kebanyakan akan lebih mementingkan kebahagiaan ingatan atau evaluasi ketimbang pengalaman saat ini. Kenyataan lapangan ini membuat Daniel bingung.
Pada wawancara terakhir, di Wellbeing Research & Policy Conference, 7 Oktober 2022, di Universitas Oxford, Daniel menyatakan bahwa ia akhirnya menyerah tidak mampu lagi membahas tentang kebahagiaan dan hanya bisa menduga-duga bahwa yang namanya kebahagiaan itu mestinya adalah hybrid yaitu kombinasi pengalaman saat ini dan kebahagiaan ingatan atau evaluasi.
Bagaimanakah menurut kawan pembaca sekalian?
Semoga artikel ini memberikan wawasan baru yang bermanfaat.
*****
Penulis: Agus Santoso
Artikel ini juga bisa dibaca di: https://greatmind.id/article/mencermati-definisi-kebahagiaan-menurut-psikolog-pemenang-hadiah-nobel